Saturday, February 2, 2013

keluarga sakina

konsep Keluarga Sakinah




Allah menciptakan makhluk serba berpasangan, demikian juga manusia, jadi berkeluarga adalah fitrah hidup. Telah menjadi sunnatullah, bahwa setiap orang yang memasuki pintu gerbang pernikahan, apakah ia pria atau wanita, apakah ia tua atau muda pada dasarnya semuanya ingin menciptakan pernikahan itu menjadi sebuah rumah tangga dan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Pasangan secara konsepsional harus melahirkan harmoni atau dinamika, salah satu konsep hidup berkeluarga adalah keluarga sakinah, yakni keluarga yang berlangsung dengan mengikuti panduan agama Islam. Keluarga sakinah merupakan subsistem dari sistem sosial menurut Al-Quran dan bukanlah sebuah bangunan keluarga di atas lahan kosong.
 
Alangkah beruntungnya andaikata selama hidup yang sebentar ini kita diberikan karunia rumah tangga yang sakinah, rumah tangga yang penuh dengan ketentraman.Karena sebuah rumah tangga akan menjadi basis ,sepatutnya rumah tangga menjadi pangkalan, ketika di luar gelisah tetapi ketika masuk rumah menjadi tentram, ketika di luar lelah masuk rumah Insya Allah menjadi kuat, diluar tergelincir berlumpur dosa masuk ke rumah mempunyai kemampuan bertaubat.
 
Rumah tangga itu tidak seindah seperti yang kita duga kalau tidak tahu rumusnya. Lalu Kenapa rumah tangga bisa babak belur? salah satu penyebabnya adalah karena rumah tangga yang kurang ilmu sehingga visinya tidak jelas akan dibawa kemana. Ada yang arahnya hanya duniawi saja dimana alat ukurnya hanya harta atau kedudukan. Justru karena alat ukur yang salah menyebabkan cara menilainya pun menjadi salah, anak yang pendidikannya kurang tinggi dianggap tidak sukses, bapak yang penghasilannya sedikit dianggap gagal. Begitulah yang terjadi kalau alat ukurnya salah.
 
Sebuah rumah tangga tidak bisa dibangun hanya dengan uang, tetapi ada yang lebih berharga dari uang yaitu sikap. Membangun rumah tangga tidak bisa dilakukan dengan menggunakan sisa waktu, sisa tenaga, dan sisa pikiran. Apa yang akan terjadi jika sesuatu dibangun dengan sisa?, rumah tangga yang dibangun dari sisa waktu misalnya, bapak berangkat sebelum anak bangun dan pulang sesudah anak tidur, akibatnya ? Anak merasa tidak punya bapak, Istri merasa tidak ada kasih sayang.
 
Keluarga yang baik pastilah merupakan suatu masyarakat yang ideal untuk mewujudkan cita-cita yang baik dan melahirkan amal shaleh. Didalam keluarga seperti ini akan ditemukan kehangatan dan kasih sayang yang wajar, tiada rasa tertekan, tiada ancaman, dan jauh dari silang sengketa dan perselisihan. Jika si anak telah mencapai usia sekolah dan belajar dengan baik, maka seluruh potensinya dapat tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, ia belajar dengan penuh semangat dan gairah. Dalam keluarga semacam ini akan tumbuh ketenangan batin bagi seluruh anggotanya, sehingga akan tercipta sakinah atau ketenangan yang diliputi dengan mawaddah warahmah atau cinta dan kasih sayang.
 
Membina rumah tangga menuju sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, jelas tak segampang yang dibayangkan. Membangun sebuah keluarga sakinah adalah suatu proses. Keluarga sakinah bukan berarti keluarga yang diam tanpa masalah, namun lebih kepada adanya keterampilan untuk mengelola konflik yang terjadi di dalamnya.
 
Kata sakinah terambil dari akar kata yang terdiri atas huruf sin, kaf, dan nun yang mengandung makna ketenangan, atau anonim dari guncang dan gerak. berbagai bentuk kata yang terdiri atas ketiga huruf tersebut semuanya bermuara pada makna di atas. Rumah dinamai maskan karena ia merupakan tempat untuk meraih ketenangan setelah sebelumnya sang penghuni bergerak (beraktivitas di luar).
 
Salah satu tujuan orang berumah tangga adalah untuk mendapatkan sakinah atau ketenangan dan ketentraman tersebut. Dalam Alquran Allah berfirman, Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir (QS. Ar-Rum [30]: 21).
 
Telah menjadi sunatullah bahwa setiap orang yang memasuki pintu gerbang pernikahan akan memimpikan keluarga sakinah. Keluarga sakinah merupakan pilar pembentukan masyarakat ideal yang dapat melahirkan keturunan yang shjalih. Di dalamnya kita akan menemukan kehangatan, kasih sayang, kebahagiaan, dan ketenangan yang akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga.
 
Memang tidak mudah membangun keluarga semacam ini. Banyak pengorbanan dan proses yang panjang untuk mewujudkannya. Proses ini tidak hanya terbatas pada saat telah menikah saja, tapi diawali pula dengan kesiapan tiap-tiap individu (calon suami dan calon istri) untuk mempersiapkan ilmu, ekonomi, dan mental secara baik. Tak kalah pula "ketepatan" memilih calon pendamping. Setelah menikah suami sebagai pemimpin keluarga, maupun istri atau ibu sebagai pendamping sang pemimpin harus bekerja keras mendapatkannya. Selain itu anak pun harus dilibatkan dalam memperjuangkannya.
 
Keluarga sakinah melahirkan generasi tangguh
 
Anak-anak yang berkualitas hanya akan lahir dari keluarga yang berkualitas pula. Di sini, keluarga sakinah menjadi "sistem' terpenting untuk mewujudkan lahirnya anak-anak berkualitas tersebut. Di dalamnya terdapat nilai-nilai seperti cinta, kasih sayang, komitmen, tanggung jawab, saling menghormati, kebersamaan dan komunikasi yang baik. Keluarga yang dilandasi nilai-nilai tersebut akan menjadi tempat terbaik bagi anak-anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
 
Agar tercipta keluarga sakinah
 
Untuk menciptakan keluarga sakinah ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, di antaranya: Seluruh komponen rumah tangga harus mampu mengelola semua perbedaan yang ada menjadi sebuah sinergi sinergi yang menguntungkan dan saling menguatkan.
 
Perlu menghindarkan sikap menonjolkan diri atau mengganggap dirinya paling penting dan berpengaruh di keluarga. Sikap ikhlas menjadi modal dasar yang utama, terutama bagi orang tua dalam mendidik anak.
 
Orang tua harus mampu memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya. Teladan yang baik dari orang tua akan mempengaruhi perkembangan mental dan spiritual anak.
 
Harus ada kesabaran dari orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Bila kita memiliki kelebihan dana atau keuangan dalam keluarga, sebaiknya digunakan untuk ibadah (zakat, infak, sedekah, dan lainnya), selain menjadikan rumah sebagai sarana belajar dan menambah ilmu.
Selalu mengikuti perkembangan anak dan kita bekali mereka dengan ilmu (agama dan dunia). Tanamkanlah nilai-nilai moral dan agama kepada anak-nak kita teruatam ketika masih dalam tarap perkembangan. Ketika mereka remaja usahakan agar diri kita bisa menjadi sahabat atau teman terbaik mereka, untuk berbagi (curhat).
 
Untuk membangun keluarga sakinah minimal ditunjang oleh teladan, cinta ilmu dan sistem yang islami.  Hanya rumah tangga sakinah-lah yang dapat menjadi fondasi tangguh bagi berdirinya masyarakat dan bangsa yang beradab, maju, dan beriman. Insya Allah!
 
 
Mubalig Kondang



 
Cerpen:
KETIKA jauh-jauh hari istriku menginformasikan bahwa di kota kami akan kedatangan seorang dai kondang dari Ibu Kota, aku tak begitu memerhatikan. Waktu itu pikiranku sedang mengembara ke soal-soal lain. Hari ini dia mengingatkan lagi.
"Pak, nanti malam Sampeyan ikut ke kota apa tidak?" katanya sambil mendekati saya yang sedang duduk termenung di lincak*) depan rumah.
 
"Ada apa ke kota?" tanyaku malas.
"Lo, Sampeyan ini bagaimana sih; kan nanti malam ada pengajian akbar?!" dia jatuhkan pantatnya yang tambun ke lincak bambu hingga menimbulkan suara berderak; aku sedikit bergeser sambil berdoa mudah-mudahan lincak kesayanganku tak ambrol.
"Orang sedesa upyek**) membicarakan dai kondang Ibu Kota yang akan mengisi pengajian nanti malam, kok Sampeyan tenang-tenang saja. Makanya Sampeyan itu jadi orang mbok kumpul-kumpul. Jangan mengurung diri di rumah saja, seperti katak dalam tempurung!"Istriku berhenti sebentar, merogoh dunak di bawah lincak, meraup biji-biji jagung dan menebarkannya ke halaman.
Tak lama ayam-ayam peliharaannya ribut, riuh rendah suaranya, berebut jagung. Disenggolnya pundakku dengan pundaknya sendiri yang gempal hingga aku hampir terjengkang sambil berkata melanjutkan omelannya:"Ustaz makin bikin rombongan nyewa colt. Ibu-ibu juga bikin rombongan sendiri. Bu Lurah menyiapkan bus mini dan truk. Tadi saya sudah daftar dua orang. Kalau Sampeyan enggak pergi, biar nanti saya sama simbok. Ini pengajian akbar, mubalignya dari Jakarta. kita mesti datang agak gasik supaya dapat tempat."
Istriku --seperti kebanyakan warga kampung yang lain-- mungkin maniak pengajian. Di mana saja ada pengajian --di kota kecamatan atau di desa-desa-- dia mesti mendengar dan datang menghadirinya. Saya tak tahu apa saja yang diperolehnya dari pengajian-pengajian yang begitu rajin ia ikuti itu. Nyatanya, kelakuannya --seperti kebanyakan warga kampung yang lain-dari dulu tidak berubah. Kesukaannya menggunjing orang tidak berkurang. Hobinya bohong juga berlanjut. Senangnya kepada duit malah bertambah-tambah. Seperti juga Haji Mardud yang sering menjadi panitia pengajian itu, sampai sekarang tak juga berhenti merentenkan uang. Si Salim dan Parman yang rajin mendatangi pengajian juga masih terus rajin merekap togel. Imron itu malah sambil ngaji sambil nggodain cewek-cewek. Lalu apa gunanya pengajian-pengajian itu jika tak mengubah apa-apa dari perilaku masyarakat pengajian?Mubalig kondang dari Ibu Kota? Apa istimewanya? Mubalig di mana-mana ya begitu itu. Tidak sedikit dari mereka yang cuma pinter ngomong; ngompor-ngompori; menakut-nakuti; melawak. Ngapusi masyarakat yang awam. Kalau hanya tidak konsekuen --mengajak baik tapi diri sendiri tak bisa melakukannya-- masih lumayan. Ini tidak, mengajak baik tapi diri sendiri justru melakukan yang sebaliknya. Menganjurkan hidup sederhana, diri sendiri bermewah-mewah. Menganjurkan kerukunan, diri sendiri provokator. Bahkan ada yang keterlaluan. Dengan berani menggunakan ayat-ayat Quran dan hadis Nabi untuk kepentingan politik praktis dan menyebar kebencian. Bangga jika agitasinya melecehkan pihak lain --sering kali malah pribadi-- ditepuki.
"Hei, Kang!" aku kaget, kembali istriku menyenggolkan pundak-gempalnya ke pundakku, sekali lagi aku hampir terjengkang, "diajak ngomong, malah bengong! Piye? Berangkat apa enggak?"
"Sudahlah kau berangkat saja dengan simbok!" kataku biar dia tidak terus ngomel. Kalau enggak malas nanti aku berangkat sendiri, nyepeda.
"Ya sudah!" katanya agak ketus.
Diambilnya lagi segenggam jagung dan disebarkannya ke arah ayam-ayam yang memang seperti menunggu. Lalu bangkit dari lincak, meninggalkanku sendirian lagi. Alhamdulillah, aku bisa melamun lagi.***Menjelang isyak rupanya istriku dan simbok sudah berdandan. Begitu selesai sembahyang langsung rukuh mereka copot dan memperbaiki sebentar dandanan mereka.
"Mau mengaji kok seperti mau mendatangi ngantenan," kataku begitu datang dari surau dan melihat mereka sibuk membedaki muka mereka.
"Cerewet!" kata mereka hampir serempak.
"Kalau makan, ambil sendiri di grobok!" teriak istriku begitu melewati pintu rumah.
Dan, ditinggalkannya aku sendirian. Kudengar keriuhan dari kelurahan yang tak jauh dari rumahku. Pastilah itu ibu-ibu sedang rebutan naik bus mini dan anak-anak-anak muda rebutan naik truk. Dari arah surau juga kudengar kesibukan rombongan mau berangkat ke kota. Mereka yang akan mendengarkan --atau melihat atau sekadar kepingin tahu-- mubalig kondang dari Ibu Kota. Tak lama kemudian suasana menjadi sepi. Rombongan-rombongan sudah berangkat. Setelah makan, aku rebahkan badanku di balai-balai, berharap bisa tertidur, tapi mata tak mau terpejam juga. Aku menyesal juga tadi tidak ikut, ketimbang bengong sendirian begini. Kalau bosan dengan pengajiannya, aku kan bisa jalan-jalan, cuci mata. Terpikir begitu, akhirnya aku pun bangkit. Kukenakan baju, kuambil sepeda pusakaku, dan kututup pintu rumahku.Kukayuh sepedaku pelan-pelan menuju kota. Aku toh tidak sedang mengejar apa-apa. Hampir tak kujumpai manusia dan yang kudengar hanya sesekali lenguh sapi dan suara jengkerik. Untunglah listrik sudah masuk desaku. Meskipun lampu-lampu yang terpasang di pinggir jalan hanya jarang-jarang dan tidak begitu terang, cukup membantu juga. Apalagi lampu berko sepedaku nyalanya byarpet. Bersepeda malam-malam begini, aku jadi teringat Sudin, kawanku di pesantren dulu yang suka mengajakku balapan mengayuh sepeda bila ngluyur bersama. Dia sering dimarahi Pak Sahlan yang menyewakan sepeda kepada santri-santri, karena sering merusakkan sepedanya. Di mana kira-kira anak badung itu sekarang?Sudin anak orang kaya kota yang konon sudah putus asa melihat kelakuan anaknya dan terpaksa 'membuangnya' ke pesantren. Sering kali dulu aku ditraktir Sudin nonton bioskop dan makan-makan di restoran. Dan, tidak jarang pulangnya ke pesantren sudah larut malam. Karena sudah berkali-kali ditakzir, dihukum, sebab nonton, aku pun lalu menolak jika Sudin mengajak nonton. Aku malu dengan kawan-kawan santri yang lain. Sudin sendiri sepertinya berpedoman sudah telanjur basah. Karena sudah terkenal sebagai langganan takzir, dia pun cuek. Menganggap takzir sebagai perkara biasa yang tidak perlu ditakuti. Dia tidak hanya ditakzir karena nonton, tapi juga karena melanggar banyak larangan dan menyalahi banyak peraturan pesantren; seperti berkelahi dengan kawan, membolos, mengintip santri putri, dlsb. Berbagai macam bentuk takzir sudah dicobanya, mulai dari membersihkan kakus; membayar denda; mengisi kulah masjid; dlsb. Rambutnya tak sempat tumbuh, karena sering kena hukuman gundul. Terakhir Sudin diusir dari pesantren karena kedapatan mencuri kas pesantren.
"Eit!" hampir saja aku terjatuh. Akar pohon asam di tepi jalan membuat sepedaku oleng. Untung aku segera bisa menguasainya. Lamunanku buyar. Tapi aku bersyukur, tak terasa kota sudah kelihatan dekat.Di pinggir jalan menuju alun-alun yang kulalui, berderet-deret mobil diparkir. Ada colt, ada bus, dan terbanyak truk. Rupanya --melihat nomor-nomor polisi berbagai kendaraan itu-- mereka yang datang menghadiri pengajian, tidak hanya dari dalam kota. Dari luar kota juga banyak. Dari suara pengeras suara yang sudah terdengar, aku tahu ceramah mubalig kondang sudah mulai.Dua orang anak muda gondrong tiba-tiba menghadangku dan menyeret sepedaku ke sebuah halaman yang di depannya ada papan tulis bertuliskan 'TITIPAN SEPEDA Rp1000'. Untung di kantongku ada persis seribu rupiah. Kuulurkan satu-satunya lembaran uang yang kumiliki itu kepada salah seorang anak muda yang kelihatan tidak sabar. Aku terus ngeloyor menyibak kerumunan orang di mana-mana. Termasuk mereka yang mengerumuni pedagang-pedagang yang mremo menjual berbagai macam makanan dan mainan anak-anak.Luar biasa. Lautan manusia meluber ke mana-mana. Suara pengeras suara bergaung-gaung ke berbagai penjuru, melantunkan pidato mubalig yang berkobar-kobar dan sesekali menyanyi atau menyampaikan lelucon-lelucon. Setiap kali disusul dengan gemuruh teriakan dan tepuk tangan hadirin.Dari kejauhan mubalig itu sudah kelihatan, karena panggung yang tinggi dan lampu yang luar biasa terangnya. Entah berapa watt saja. Hanya beberapa puluh pengunjung di bagian depan, di kanan-kiri panggung, yang duduk di kursi; lainnya lesehan di rerumputan alun-alun. Banyak ibu-ibu yang menggelar selendangnya untuk tidur anaknya yang masih kecil, bahkan bayi. Tapi, aku tak melihat istriku dan simbok. Entah di mana mereka duduk. Aku terus menerobos pelan-pelan dan kadang harus melingkar-lingkar dan berjalan miring di antara pengunjung, agar bisa lebih dekat ke panggung.Semakin dekat, semakin jelas sosok mubalig kondang yang dari kejauhan suaranya menggelegar itu. Ternyata tubuhnya sedang-sedang saja. Yang membuat tampak gagah justru pakaiannya. Dia mengenakan setelan baju koko, tapi tidak seperti yang biasa dikenakan orang di kampungku. Baju kokonya mengilap, mungkin dari sutra. Di bagian leher dan dadanya ada bordiran kembang-kembang dari benang emas. Sorban yang disampirkan di pundaknya juga tidak seperti umumnya sorban. Warna dan coraknya serasi benar dengan setelan bajunya. Ada dua cincin bermata zamrud dan pirus, besar-besar, di jari-jari manisnya. Penampilan mubalig kondang memang lain dengan mubalig lokal yang biasa kami saksikan. Bicaranya mantap. Gerakan tubuh dan tangannya benar-benar sejiwa dengan isi ceramahnya.Dan, wajahnya.... Dan, wajahnya.... Nanti dulu. Wajah itu seperti sudah aku kenal.
Tapi tak mungkin. Tak mungkin! Masa dia? Tapi persis sekali. Dahinya yang sempit itu, matanya yang agak sipit dengan sorot yang nakal itu, hidungnya yang bulat itu, mulutnya yang lebar dan seperti terus mengejek itu, dagunya yang terlalu panjang itu, dan telinganya yang lebar sebelah itu, ah tak mungkin lain. Aku tak salah lagi, pastilah itu dia. Sudin!Aku tiba-tiba kepingin mendengarkannya.
"Jadi sekali lagi, Saudara-saudara, maksiat yang sudah merajalela itu harus kita perangi! Juga kenakalan remaja sekarang ini sudah sangat mengkhawatirkan. Apa jadinya generasi kita yang akan datang bila kenakalan remaja itu tidak segera kita tanggulangi sekarang juga. Kalau di waktu muda malas, apa jadinya bila sudah tua? Kere, saudara-saudara! Kere! 'Tul enggak?!""Betuuul!! Kereee!!" teriak hadirin serempak.
"Kalau di waktu muda sudah suka jambret, apa jadinya bila sudah tua. Apa, saudara-saudara? Ko... ko...!""Korupsiii!!!" sekali lagi hadirin berteriak menyambutnya, disusul tempik-sorak gegap gempita.
"Ya, korupsi!" ulangnya berwibawa.
Ah, Sudin, kau masih belum juga bisa fasih melafalkan huruf 'r' sampai sekarang.Memang ajaib. Sudin kawan di pesantren yang tadi baru saja datang di lamunanku, kini --meski juga seperti tidak nyata-- berdiri di depanku. Apa tadi itu firasat? Baru dilamun, tiba-tiba ketemu! Sudin yang nakal. Sudin yang di pesantren langganan takzir. Sudin yang diusir karena mencuri uang kas pesantren. Ah, siapa mengira kini jadi mubalig kondang seperti itu. Bagaimana ceritanya Sudin sampai memunyai karamah begitu besar? Bagiku itu sungguh musykil.Kalau ini nanti kuceritakan kepada orang-orang kampung --kalau kukatakan bahwa Almukarram KH Drs Samsuddin, mubalig kondang yang baru saja berceramah di alun-alun itu adalah Sudin, kawan nakal saya di pesantren-- pasti tak ada yang percaya. Istriku sendiri pun pasti akan menertawakan. Lebih baik kuceritakan kepadamu saja.
 
 
Tabligh Akbar Bersama Bapak Ustad Atip Latifulhayat



Pada hari Sabtu 18 Nopember 2006, bertempat di Masjid Al Hijrah – Tempe diadakan tabligh akbar. Acara dimulai setelah shalat Magrib dengan dipandu oleh bapak Yen Latif, sebelum ceramah dimulai dibacakan ayat suci al qur’an oleh brother Ali. Pada tabligh akbar kali ini yang menjadi pembicara adalah Bapak Ustad Atip Latifulhayat yang saat ini sedang menyelesaikan program doktornya di Melbourne.
 
Ustad Atip memulai ceramahnya dengan memberi sedikit gambaran bahwa setiap surat dalam al Qur’an merefleksikan Isi dari surat tersebut. Selanjutnya beliau mengutip pandangan dari Mohammad Iqbal, bahwasanya setiap agama mempunyai pandangan dasar mengenai manusia dan kehidupan, 3 agama yang menjadi rujukan sebagai perbandingan adalah agama Kristen, Hindu dan Islam.
 
 -    Agama Kristen, dalam ajaran Kristen pandangan dasar mengenai manusia adalah bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan berdosa, sehingga terdapat ajaran mengenai penebusan dosa. Ajaran ini oleh banyak kalangan ilmuwan dan tokoh yang ada dianggap tidak sesuai dengan akal, salah satunya adalah Napoleon Bonaparte yang menganggap bahwa prinsip fundamental ajaran yang dianut Kristen tentang dosa turunan adalah salah, dan dia menganggap bahwa prinsip yang benar adalah bahwa setiap manusia lahir adalah dalam keadaan tidak berdosa, dan prinsip ini dipakai sebagai dasar dalam menentukan dasar pengadilan di negera barat, yaitu pada dasarnya seorang yang akan diadili dalam keadaan tidak bersalah.
 
-    Agama Hindu, dalam ajaran Hindu setiap manusia untuk mencapai Nirwana maka manusia harus melepaskan diri dari sifat-sifat kemanusiannya dan bersatu dengan alam, sehingga nilai-nilai duniawi dilupakan. Ajaran ini sangat kental sekali dengan aspekaspek budaya, sehingga daya dorong sebagai pembangun masyarakat sangat kurang.
 
-    Agama Islam, dalam ajaran Islam dijelaskan bahwa manusia lahir itu dalam keadaan bersih tanpa dosa, sedangkan dalam usaha mencapai kebahagiaan Islam tidak mengajarkan untuk meninggalkan hal-hal yang berhubungan dengan dunia. Yang diajarkan dalam Islam adalah keseimbangan antara dunia dan akhirat. Kemunduran Islam justru terjadi karena memisahkan ajaran Agama terutama  segi hukum-hukum dari seluruh aspek kehidupan umat Islam. Pemisahan agama dari kehidupan ini tidak lepas dari peran para orientalis sebagai alat penjajahan, dengan salah satu cara adalah menerbitkan hadis-hadis palsu sehingga umat Islam melupakan hal-hal dunia. Sebagai contoh apa yang telah dilakukan oleh Snouck Horgorunje. Sebab Snouck yang bergelar Tengku Abdul Gafar alias tengku Puteh itu, adalah orientalis yang memang khusus belajar agama Islam untuk tujuan kolonial di Aceh, untuk menaklukan Aceh yang dikenal sangat militan dalam hal agama (Islam), teguh doktrinnya, heroik perjuangannya. 
 
Selanjutnya Ustad Atip mengatakan bahwa manusia itu adalah makhluk yang bidimentional (mempunyai 2 karakter dimensi yang berbeda), manusia diciptakan Allah dari bahan baku yang hina, tetapi diantara makhluk-makhluk Allah yang ada hanya manusia satu-satunya yang diberi Ruh Ilahiah. Maka dilihat dari proses penciptaan ini, manusia bisa jatuh pada derajat yang paling rendah lebih rendah dari binatang, tetapi bisa mencapai derajat paling mulia melebihi derajat Malaikat. Malaikat adalah symbol dari makhluk Allah yang selalu berbuat baik, dan tidak pernah berbuat dosa. Setan adalah symbol dari makhluk Allah yang selalu berbuat dosa, tidak pernah berbuat baik. Sedangkan manusia mempunyai kedua sifat tersebut, sehingga tidak ada manusia yang selalu berbuat baik, dan tidak ada manusia yang selalu berbuat dosa. 
 
Salah satu sifat yang dimiliki oleh manusia atas hasutan setan adalah marah, ustad Atip memberikan tips bagaimana cara menaggulangi marah. Apabila sedang marah maka duduklah, apabila masih marah maka berbaringlah, dan apabila masih marah maka ambillah air wudhu, sebab marah adalah produk setan, setan diciptakan dari api, sedangkan api bias dipadamkan oleh air. 
 
Kesimpulan dari ceramah tersebut adalah Manusia adalah makhluk bidimentional, maka seharusnya manusia meletakkan ruh Ilahiah lebih tinggi dari sifat-sifat yang menjurus ke arah  yang tidak baik. Untuk sampai menjadi makhluk bidimentional yang kuat caranya adalah dengan cara memaksimalkan akal dengan bimbingan wahyu. Memaksimalkan akal tanpa bimbingan wahyu akan menghasilkan kebingungan. 
 
Pada sesi tanya jawab pertanyaan pertama yang diajukan adalah apakah hukumnya cloning? Ustad Atip menjelaskan bahwasanya ini adalah tugas Ijtihad para ulama untuk memandang masalah ini. Islam tidak melarang dalam pengembangan teknologi, tetapi dalam masalah-masalah hokum fikih diperlukan ijtihad seorang ulama. Salah satu kemunduran umat Islam saat ini adalah disebabkan karena kurangnya hukum-hukum yang digali berkenaan dengan masalah-masalah kontemporer yang dihadapi oleh umat Islam. Ustad Atip mencontohkan bahwa hukum-hukum positif yang ada sekarang ini sudah mencakup masalah-masalah yang berkenaan dengan kelautan hingga hukum-hukum yang mencakup masalah ruang angkasa. Sedangkan umat Islam masih tertinggal sangat jauh dalam hal ini. 
 
Pertanyaan kedua adalah bagaimana mensikapi hukum yang sifatnya situasional (tergantung pada situasi tertentu) ?. Ustad Atip menjelaskan bahwasanya hukum syariat itu sifatnya sudah tetap, akan tetapi fikih bias berbeda pendapat. Dicontohkan bahwa syariat shalat subuh itu tetap 2 rakaat, sedangkan fikih do’a qunut dalam shalat subuh ada beberapa pendapat. Hukum-hukum yang dalam koridor ijtihad adalah hukum-hukum fikih yang secara temporer memandu umat supaya menjadi tidak ragu-ragu dalam mengerjakan sesuatu hal.
 
 
Kepemimpinan Baru CIDE



Pada hari Minggu 29 Oktober 2006 bertempat di Masjid Alhijrah - 45 station St - Tempe, dilangsungkan rapat tahunan organisasi Islam CIDE (Centre for Islamic Dakwah and Education). Dua agenda penting yang menjadi pokok acara pertemuan kali ini adalah AGM yang mencakup laporan pertanggung jawaban pengurus periode 2003 – 2006, serta pemilihan pengurus baru CIDE periode 2006 – 2009. Acara pertemuan ini terselenggara atas kerjasama antara CIDE dengan Panitia Pemilihan Umum Pengurus CIDE-NSW 2006 yang terdiri dari para aktifis yang tergabung dalam KPII NSW.
 
Rapat tahunan yang dipimpin oleh ketua panitia pelaksana Astria Nur Irfansyah sedianya akan dimulai pada jam13.30 pm, tetapi terpaksa diundur sekitar 1 jam karena anggota yang hadir belum memenuhi jumlah minimal forum yang ditentukan. Setelah diundur sekitar 1 jam dan para anggota yang hadir telah memenuhi jumlah minimal forum, rapat dimulai dengan mengumandangkan ayat suci al Qur’an yang dibacakan oleh Yudhie Prastowo. Acara kemudian dilanjutkan dengan laporan pertanggung jawaban pengurus periode 2003 – 2006 yang disampaikan oleh presiden CIDE periode 2003 – 2006 Lui Irfandi. Sebelum penyampaian laporan pertanggung jawaban, sekretais CIDE Misbach Jamil membacakan hasil pertemuan rapat (AGM) tahun sebelumnya (2005). Isi laporan pertanggung jawaban pengurus CIDE adalah masalah aktifitas yang telah dilakukan oleh pengurus, terutama mengenai aktifitas pembelian tanah di CAMPSIE, laporan keuangan, serta beberapa aktifitas lainnya. Setelah melalui tanya jawab dengan anggota yang hadir, pada akhirnya secara aklamasi laporan pertanggung jawaban pengurus dapat diterima oleh peserta yang hadir.
 
Setelah laporan pertanggung jawaban pengurus CIDE, acara selanjutnya adalah pemilihan pengurus baru CIDE periode 2006 – 2009. Acara dimulai dengan pembacaan tata tertib pemilihan oleh panitia pelaksana, dilanjutkan oleh pembacaan daftar calon terpilih untuk jabatan presiden, wakil presiden, sekretaris dan bendahara. Masing-masing keempat posisi tersebut hanya mempunyai calon tunggal. Selanjutnya para calon terpilih diberi kesempatan untuk menyampaikan misi dan visi kedepan untuk perkembangan jalannya organisasi CIDE. Karena calon terpilih pada semua posisi jabatan merupakan calon  tunggal, maka secara aklamasi anggota yang hadir memilih calon tersebut. Adapun pengurus CIDE periode 2006 – 2009 terpilih adalah :
 
Presiden : Ali Zakaria
Wakil Presiden : Ali Maslichan
Sekretaris : Vidi Vinandar
Bendahara: Satyo Prihandono
 
Setelah pengurus baru terpilih, terjadi dialog dengan anggota rapat yang hadir. Isyu terpenting yang dilontarkan oleh anggota rapat adalah mengenai pembelian tanah di CAMPSIE. Sebagian anggota menginginkan tanah di CAMPSIE sebaiknya dijual, mengingat beratnya beban yang ditanggung. Sedangkan sebagian yang lain menginginkan meneruskan program pembelian tanah di CAMPSIE, sebab selain saat ini harga jual yang sedang menurun, diharapkan dengan kerjasama dari anggota dan masyarakat Islam Indonesia yang ada di Sydney akan dapat melunasi pembelian tanah tersebut untuk kepentingan generasi muslim mendatang di Sydney. Menanggapi hal tersebut, pengurus baru terpilih berjanji akan menyelesaikan masalah tersebut, dan akan sepenuhnya menyerahkan keputusan di tangan para anggota (umat Islam), sedangkan pengurus akan melaksanakan keputusan anggota dengan sebaik-baiknya
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pemimpin Organisasi Menurut Kacamata Islam



Setiap organisasi baik itu berupa perusahaan yang mencari keuntungan finansial, yayasan, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi keagamaan selalu mempunyai visi, misi, dan tujuan.
 
·   Visi adalah cita-cita.
·   Misi adalah bidang garap dan cita-cita.
·  Tujuan adalah kongkritisasi atau target terukur pencapaian visi dan misi organisasi di dalam suatu kurun waktu tertentu.
 
Dalam rangka mencapai cita-cita tersebut, seluruh perangkat organisasi yang dimotori oleh pimpinannya membuat strategi dan taktik serta analisa lapangan yang dilanjutkan dengan perencanaan tugas lapangan, working plan meliputi langkah-langkah kerja, jadwal serta penanggung jawab, di dalam organisasi sering disebut sebagai Plan, Do, Check, Action (PDCA) atau Planning, Organizing, Actuiting, Controling (POAC), dengan pengertian yang sederahana adalah : ada perencanaan, ada organisasinya, dikerjakan, dievaluasi/dikontrol.
 
Organisasi yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuannya harus dikelola secara profesional. Pengelolaan organisasi yang profesional akan membentuk budaya organisasi yang profesionai pula, sebaliknya organisasi yang seadanya dan sekedar amatiran, tanpa pemikiran yang mendalam, sistematis, serta strategis yang tepat akan menghasilkan budaya organisasi yang seadanya dan efektifitas dari pencapaian tujuan organisasi yang kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari (1) sudut pencapaian tujuan yang dapat menyimpang dan tidak sesuai dengan visi, misi, dan tujuan, serta (2) target waktu yang lamban dan cepat atau lambat akan ketinggalan malahan bisa menimbulkan kegagalan.
Namun demikian Islam mempunyai pandangan yang khas dalam masalah kepemimpinan sebuah organisasi. Kepimpinan dalam kacamata Islam merujuk kepada kepribadian dan segenap aspek tindakan yang dimiliki oleh Rasulullah s.a.w. Di antara ciri-ciri kepemimpinan yang baik adalah: 
 
·  Berilmu pengetahuan. Orang yang berilmu akan ditingkatkan taraf dan derajatnya. Demikian menurut AlQuran. Sudah semestinya seorang pemimpin dalam sebuah organisasi harus mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih, terutama dalam hal yang menyangkut masalah teknis, dan juga pengorganisasian pengurus dalam organisasi.

·  Mempunyai Aqidah yang kukuh. Ini bermakna bahwa seorang pemimpin yang mempunyai aqidah yang kukuh akan lurus dalam kepemimpinannya, karena dia selalu berpegang pada al Qur’an dan hadis dalam setiap tindakan dan keputusannya.  
·  Seorang lelaki. Disamping masalah kepemimpinan yang telah dicontohkan oleh Rasullulah saw, secara alami pemimpin lelaki mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan wanita dari segi kepimpinan.
 
·  Amanah. Sifat amanah adalah sifat yang dimiliki oleh Rasulullah s.a.w. Seharusnya seseorang pemimpin mewarisi sifat tersebut untuk mewujudkan sikap kerja yang baik dalam berbagai urusan organisasi.
 
·  Benar dalam perkataan dan tindakan. Seseorang yang benar dalam perkataan dan tindakannya menggambarkan ciri-ciri kepemimpinan yang baik dan patut menjadi teladan oleh orang-orang yang dipimpinnya.
 
·  Keadilan yang meliputi segenap aspek yang dipimpin. Pemimpin yang adil adalah tonggak utama dalam sebuah organisasi. Ciri kepimpinan yang adil mewarisi sifat-sifat utama pemimpin Islam sebagai termaktub dalam perjuangan para nabi dan rasul. Pemimpin yang adil juga dijamin keselamatannya di bawah naungan ‘Arash Allah swt.  
 
·  Bersifat rahim. Sabda Rasulullah s.a.w. ; perumpamaan seorang pemimpin dengan umatnya ialah seperti orang yang menghalau kupu-kupu dan belalang yang berkerumun dekat api. Pemimpin menarik umatnya dari belakang agar mereka tidak jatuh ke dalam api, tetapi mereka selalu terlepas dari tangan pemimpin. Sabdanya lagi, “Sebaik-baik pemimpin ialah yang kamu mencintai dan Dia mencintaimu, dan kamu mendoakan dan ia mendoakanmu. Dan sejahat-jahat pemimpin ialah yang kamu benci dan membenci kamu…”.
 
·  Bijak dalam menangani masalah.
 
·  Sentiasa menyampaikan pesan-pesan dan perkara-perkara yang hak. Sabda Rasulullah s.a.w., “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat”.
 
Khalifah Abu bakar Assiddiq ra pernah berpidato saat dilantik menjadi pemimpin ummat sepeninggalan Rasulullah Saw yang mana inti dari isi pidato tersebut dapat dijadikan pegangan untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. Isi pidato tersebut diterjemahkan sebagai berikut:
“Saudara-saudara, Aku telah diangkat menjadi pemimpin bukanlah karena aku yang terbaik diantara kalian semuanya, untuk itu jika aku berbuat baik bantulah aku, dan jika aku berbuat salah luruskanlah aku. Sifat jujur itu adalah amanah, sedangkan kebohongan itu adalah pengkhianatan. ‘Orang lemah’ diantara kalian aku pandang kuat posisinya di sisiku dan aku akan melindungi hak-haknya. ‘Orang kuat’ diantara kalian aku pandang lemah posisinya di sisiku dan aku akan mengambil hak-hak mereka yang mereka peroleh dengan jalan yang jahat untuk aku kembalikan kepada yang berhak menerimanya. Janganlah diantara kalian meninggalkan jihad, sebab kaum yang meninggalkan jihad akan ditimpakan kehinaan oleh Allah Swt. Patuhlah kalian kepadaku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Jika aku durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka tidak ada kewajiban bagi kalian untuk mematuhiku. Kini marilah kita menunaikan sholat semoga Allah Swt melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua”.
 
Ada 7 poin yang dapat diambil dari inti pidato khalifah Abu Bakar ra ini, diantaranya:
 
1. Sifat rendah hati. Pada hakikatnya kedudukan pemimpin itu tidak berbeda dengan kedudukan yang dipimpin. Ia bukan orang yang harus terus di istimewakan. Ia hanya sekedar orang yang harus didahulukan selangkah dari yang lainnya karena ia mendapatkan kepercayaan dalam memimpin dan mengemban amanat. Ia seolah pelayan umat yang diatas pundaknya terletak tanggungjawab besar yang mesti dipertanggungjawabkan. Kerendahan hati biasanya mencerminkan persahabatan dan kekeluargaan, sebaliknya ke-egoan mencerminkan sifat takabur dan ingin menang sendiri.
 
2. Sifat terbuka untuk dikritik. Seorang pemimpin haruslah menanggapi aspirasi-aspirasi umat dan terbuka untuk menerima kritik-kritik sehat yang membangun dan konstruktif. Tidak seyogiayanya menganggap kritikan itu sebagai hujatan, dan menganggap orang yang mengkritik sebagai lawan. Tetapi harus diperlakukan sebagai “mitra”dengan kebersamaan dalam rangka meluruskan dari kemungkinan buruk yang selama ini terjadi untuk membangun kepada perbaikan dan kemajuan.
 
3. Sifat jujur dan memegang amanah. Kejujuran yang dimiliki seorang pemimpin merupakan simpati umat terhadapnya yang dapat membuahkan kepercayaan dari seluruh amanat yang telah diamanahkan. Pemimpin yang konsisten dengan amanat umat menjadi kunci dari sebuah kemajuan dan perbaikan
 
4. Sifat berlaku adil. Keadailan adalah konteks real yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Keadilan bagi manusia tidak ada yang relatif. Islam meletakkan soal penegakan keadilan itu sebagai sikap yang esensial. Seorang pemimpin harus mampu menimbang dan memperlakukan sesuatu dengan seadil-adilnya bukan sebaliknya berpihak pada seorang saja atau berat sebelah.
 
5. Komitmen dalam perjuangan. Sifat pantang menyerah dan konsisten pada konstitusi bersama bagi seorang pemimpin adalah penting. Teguh dan terus Istiqamah dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Pantang tergoda oleh rayuan dan semangat menjadi orang yang pertama di depan apabila ada yang hendak mengganggu kelancaran jalannya organisasi.
 
6. Bersikap Musyawarah. Dalam term ini pemimpin tidak sembarang memutuskan sebelum adanya musyawarah diantara orang-orang disekelilingnya dan umat. Sebab dengan keterlibatan umat terhadap pemimpinnya dari sebuah kesepakatan bersama akan memberikan kepuasan, sehingga apapun yang akan terjadi baik buruknya bisa ditanggung bersama-sama.
 
7. Berbakti dan mengabdi kepada Allah. Dalam hidup ini segala sesuatunya takkan terlepas dari pandangan Allah, manusia bisa berusaha semampunya dan sehebat-hebatnya namun yang menentukannya adalah Allah. Hubungan seorang pemimpin dengan Tuhannya tak kalah pentingnya yaitu dengan berbakti dan mengabdi kepada Allah. Semua ini dalam rangka memohon pertolongan dan ridho Allah semata. Dengan senantiasa berbakti kepada-Nya terutama dalam menegakkan sholat lima waktu contohnya, seorang pemimpin akan mendapat hidayah untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang keji dan tercela
 
 
 
 
Pentingnya Sang Pemimpin



Rasulullah SAW bersabda: "Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinan kamu." (HR Bukhari dan Muslim)
Salah satu elemen penting dalam kehidupan seorang manusia adalah memimpin. Bila kita mampu memimpin diri kita ke arah Syakhsiah (kepribadian) Islam yang cemerlang maka akan menjadi kemuliaan bagi diri kita. Di samping itu, kita mesti memimpin diri orang lain agar kehidupan kita bersama manusia lain di dunia ini dapat diseimbangkan ke arah generasi Al-Quran.
Hadis di atas jelas menunjukan bahwa setiap diri kita adalah pemimpin. Namun demikian, tidak semua orang mampu mampu menjadi pemimpin bagi orang lain dengan baik mengikuti landasan Islam yang sebenarnya. Dunia akan kacau jika semua manusia ingin menjadi pemimpin dan enggan menjadi orang yang dipimpin, ataupun sebaliknya semua orang ingin menjadi yang dipimpin dan tidak seorangpun yang mau menjadi pemimpin. Oleh karena  itu, Allah SWT dengan sifat bijaksananya dalam masalah kepemimpinan telah menjadikan manusia dalam 3 katagori sesuai dengan kepribadian manusia tersebut, yaitu ada segolongan manusia yang dijadikan menjadi seorang pemimpin, golongan lain sebagai yang orang-orang yang dipimpin, serta orang-orang yang digolongkan sebagai  pengadu-domba yaitu mereka yang enggan menjadi pemimpin dan enggan dipimpin. 
 
Alhamdullilah, beberapa waktu berselang dalam sebuah organisasi dakwah dan pendidikan Islam CIDE telah terbentuk kepemimpinan yang baru menggantikan kepemimpinan yang lama yang telah selesai masa baktinya. Meskipun calon yang dipilih adalah calon tunggal (serta menurut beberapa sumber pada awalnya enggan untuk dicalonkan), pada akhirnya CIDE memiliki pemimpin baru yang bersedia mengabdi untuk lancarnya organisasi ini. Kesadaran sekelompok orang yang menginginkan CIDE terus berjalan menjadi organisasi dakwah dan pendidikan Islamlah yang membuat mereka berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan kepemimpinan dalam CIDE, karena tanpa seorang pemimpin dapat dipastikan organisasi CIDE akan menjadi lumpuh.
 
Berkaca pada hal di atas, saat ini kondisi umat Islam yang cerai berai dan menderita dengan kondisi yang buruk di seluruh muka bumi,  dapat dipastikan disebabkan oleh tidak adanya pemimpin umat Islam yang satu. Oleh sebab itulah, kesadaran umat Islam akan pentingnya seorang pemimpin diharapkan dapat menggerakkan usaha-usaha ke arah terwujudnya kepemimpinan umat ini. Wallahualam.

No comments:

Post a Comment